
Pancasila Sebagai Kristalisasi Nilai-Nilai Luhur Agama
Oleh: Dr. Sumin, M.Si
Khutbah Pertama
الحَمْدُ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللّٰهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ.
Amma ba’du.
Ma’asyiral Muslimin, sidang Jumat yang dirahmati Allah. Marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Sebagai seorang Muslim, ketakwaan inilah yang menjadi landasan bagi setiap langkah dan tindakan kita dalam kehidupan, sebagai seorang hamba yang mengharap ridha dan rahmat-Nya. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Yā ayyuhalladzīna āmanū ittaqullāha ḥaqqa tuqātihī wa lā tamūtunna illā wa antum muslimūn”
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (QS. Ali Imran: 102)
Rasulullah SAW juga bersabda:
اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ
“Ittaqillāha ḥaithumā kunta, wa atbiʿi as-sayi’ata al-hasanata tamḥuhā, wa khāliqin-nāsa bi khuluqin ḥasan”
Artinya: “Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada, ikutilah keburukan dengan kebaikan niscaya akan menghapusnya, dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi)
Ma’asyiral Muslimin, hadirin yang dirahmati Allah. Pada kesempatan yang berbahagia ini, izinkan saya untuk mengajak kita semua untuk memahami lebih dalam tentang Pancasila. Baru-baru ini, viral di media sosial pernyataan seorang tokoh dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang mengatakan bahwa “agama adalah musuh Pancasila.” Pernyataan ini jelas sangat tendensius, tidak berdasar, dan bahkan paradoks dari fakta yang sebenarnya. Ungkapan tersebut telah menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat.
Islam, sebagai salah satu agama yang diakui di Indonesia, memiliki banyak nilai yang sejalan dengan Pancasila. Sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa”, misalnya, jelas mencerminkan ajaran Islam tentang tauhid, yaitu keesaan Allah SWT. Dalam QS. Al-Ikhlas ayat 1-4, Allah SWT berfirman:
قُلْ هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدٌۢ
“Qul huwa Allahu ahad, Allahu al-samad, Lam yalid walam yulad, Walam yakun lahu kufuwan ahad”
Artinya: “Katakanlah (Muhammad), Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.” (QS. Al-Ikhlas: 1-4)
Ayat ini menegaskan keesaan Allah, yang merupakan inti dari sila pertama Pancasila. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa agama bertentangan dengan Pancasila. Justru sebaliknya, agama adalah sumber dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Ma’asyiral Muslimin, hadirin yang dimuliakan Allah, dalam sejarah perumusan Pancasila, para pendiri bangsa kita yang terdiri dari berbagai latar belakang agama dan budaya, dengan bijaksana dan penuh hikmah, menyepakati Pancasila sebagai dasar negara yang mampu mengakomodasi berbagai kepentingan dan keyakinan masyarakat Indonesia yang majemuk. Mereka memahami bahwa Pancasila adalah kristalisasi dari nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh berbagai agama, termasuk Islam.
Sebagai contoh, sila kedua, “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”, sangat sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya keadilan dan perlakuan yang baik terhadap sesama manusia. Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nisa: 135:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوَى أَنْ تَعْدِلُوا وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا
“Yā ayyuhalladzīna āmanū kūnū qawwāmīna bil-qisṭi syuhadā’a lillāhi walaw ‘alā anfusikum awil-wālidayni wal-aqrabīn, in yakun ghanīyan aw faqīran fa-Allāhu awlā bihimā fa-lā tattabi’ul hawā an ta’dilū, wa in talwū aw tu’ridū fa-inna Allāha kāna bimā ta’malūna khabīrā”
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nisa: 135)
Ayat ini dengan tegas memerintahkan umat Islam untuk menegakkan keadilan dan tidak berpihak, bahkan jika harus melawan kepentingan pribadi. Ini sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab dalam Pancasila.
Selanjutnya, sila ketiga, “Persatuan Indonesia”, juga merupakan refleksi dari ajaran Islam tentang persatuan dan ukhuwah. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Hujurat: 10:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
“Innamal-mu’minūna ikhwah fa-aṣliḥū baina akhawaikum wattaqullāha la’allakum turḥamūn”
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara. Oleh karena itu, damaikanlah antara kedua saudaramu (yang bertikai) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat: 10)
Ayat ini mengajarkan kita untuk menjaga persatuan dan menghindari pertikaian di antara sesama. Ini sejalan dengan semangat sila ketiga Pancasila yang mengutamakan persatuan Indonesia. Persatuan dalam Islam sangat ditekankan, karena dengan bersatu, umat Islam dapat menghadapi tantangan dan permasalahan dengan lebih kuat dan kokoh.
Ma’asyiral Muslimin, hadirin yang dirahmati Allah, sila keempat, “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan”, juga selaras dengan ajaran Islam yang mengedepankan musyawarah dalam mengambil keputusan. Allah SWT berfirman dalam QS. Ash-Shura: 38:
وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ
“Walladzīna istajābū lirabbihim wa aqāmūṣ-ṣalāta wa amruhum syūrā bainahum wa mimma razaqnāhum yunfiqūn”
Artinya: “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS. Ash-Shura: 38)
Ayat ini menunjukkan pentingnya musyawarah dalam Islam, yaitu proses pengambilan keputusan bersama dengan mempertimbangkan berbagai pendapat dan hikmah. Musyawarah adalah cara terbaik untuk mencapai keputusan yang adil dan bijaksana, sesuai dengan sila keempat Pancasila.
Terakhir, sila kelima, “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, sangat sesuai dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya keadilan sosial dan kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Nahl: 90:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاء ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ
“Inna Allāha ya’muru bil-‘adli wal-iḥsāni wa itā’i dhil-qurbā wa yanha ‘anil-faḥsyā’i wal-munkari wal-baghi ya’izhukum la’allakum tażakkarūn”
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. Al-Nahl: 90)
Ayat ini menegaskan bahwa Allah SWT memerintahkan kita untuk menegakkan keadilan dan berbuat kebajikan kepada sesama, termasuk dalam hal distribusi kekayaan dan kesejahteraan. Islam sangat menekankan pentingnya keadilan sosial dan menjamin hak-hak setiap individu, yang sejalan dengan sila kelima Pancasila.
Dengan demikian, jelaslah bahwa Pancasila sebagai dasar negara Indonesia adalah kristalisasi dari nilai-nilai luhur agama, termasuk Islam. Sebagai umat Islam, kita harus memahami dan mengamalkan Pancasila dengan sebaik-baiknya, karena Pancasila tidak bertentangan dengan ajaran agama, melainkan justru mendukung dan memperkuat nilai-nilai agama.
Penutup Khutbah Pertama
بَارَكَ اللّٰهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْكَرِيمِ، وَنَفَعَنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيمِ، وَتَقَبَّلَ اللّٰهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ.
Artinya: “Semoga Allah memberkahi saya dan kalian semua dengan Al-Quran yang mulia, dan semoga Allah memberi manfaat kepada saya dan kalian dengan ayat-ayat-Nya yang bijaksana. Semoga Allah menerima dari kita semua tilawahnya. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Khutbah Kedua
الحَمْدُ لِلَّهِ كَفَى وَسَلَامٌ عَلَى عِبَادِهِ الَّذِينَ اصْطَفَى، أَمَّا بَعْدُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ.
Amma ba’du.
Ibadallah, marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Sebagaimana firman Allah SWT:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“Yā ayyuhalladzīna āmanū ittaqullāha ḥaqqa tuqātihī wa lā tamūtunna illā wa antum muslimūn”
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (QS. Ali Imran: 102)