
Sholihin HZ
Sekretaris Umum PW IPIM Kalimantan Barat
Puasa yang dilaksanakan di bulan Ramadhan sebagai puasa wajib maupun puasa selainnya yang dihukumkan sebagai sunnah memiliki nilai yang luar biasa jika dilihat dari berbagai aspek. Aspek sosial adalah ia (puasa) mendidik pelakunya untuk ikut merasakan pedih dan perihnya perut disiang hari sebagai cara untuk merasakan penderitaan orang lain.
Dari aspek pencucian diri, maka puasa merupakan media tazkiyatun nafs. Puasa mengajarkan untuk banyak bershadaqah sebagaimana cara Rasullullah kala Ramadan tiba. Rasulullah banyak berinteraksi dengan Al Quran bersama sahabatnya Ruhul Qudus Jibril as dan sebagainya.
Taatnya seseorang pada perintah Allah dengan tidak makan dan minum, menjaga panca indera dari yang bisa mengurangi nilai pahala puasa sesungguhnya hikmah dan faidahnya akan kembali kepada manusia itu sendiri.
Rasulullah Saw menyatakan, dua hal yang bisa memberikan syafaat kepada pelakunya, disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad: “Shiyam (puasa) dan al Quran akan memberikan syafaatnya kepada seorang hamba pada hari kiamat. Puasa berkata: Wahai Rabb, aku telah menahannya dari makanan dan syahwat pada siang hari, maka berilah izin kepadaku untuk memberikan syafaat kepadanya. AL Quran berkata: Aku telah menahannya dari tidur pada malam hari, maka berilah saya izin untuk memberikan syafaat kepadanya. Keduanya dapat izin untuk memberikan syafaatnya.”
Hadits di atas secara jelas menyebutkan betapa dua aktifitas yang sebenarnya rutin dan selalu dijalani orang-orang beriman tetapi sungguh demikian besar dan efeknya kelak di akhirat. Puasa di bulan Ramadan dengan disertai aktifitas kebaikan lainnya harus dilihat sebagai cara Allah SWT agar kita tetap berada di jalan yang lurus. Allah SWT ingin kita dengan memanfaatkan Ramadan ini menjadikannya sebagai training center atau pusat Latihan. Puasa yang bagaimana yang bisa memberikan syafaat? Puasa yang memberikan efek nantinya adalah puasa sebagai media melatih menahan yang halal, melatih mengendalikan syahwat, melatih hidup sederhana, melatih tidak konsumtif, melatih tidak bicara yang kotor (jorok) dan berbuat yang tidak ada faidahnya. Inilah puasa yang dikehendaki oleh Islam. Rasulullah SAW menyatakan: “Apabila salah seorang dari kalian di suatu hari sedang berpuasa, maka janganlah dia berkata-kata kotor dan berbuat kebodohan dan sia-sia. Bila dia dicaci oleh orang lain atau diperangi maka hendaklah dia mengatakan, Sesungguhnya saya sedang berpuasa”. (Muslim).
Jika seseorang mengisi Ramadan dengan puasa sesuai dengan makna yang sesungguhnya, menjaga lisan, panca indera dan menautkan hati semata-mata karena Allah SWT maka inilah orang yang kelak mendapatkan syafaatnya. Pentingkah syafaat? Sangat penting. Syafaat sederhananya adalah pertolongan yang Allah berikan kepada makhluk pilihannya. Ketika di dunia kita kekurangan uang maka kita bisa minjam dengan tetangga, jika kita perlu bantuan untuk urusan tertentu maka kita bisa minta bantu dengan orang yang dikenal ahli dibidangnya. Akan tiba saat satu saat kita minta bantu namun tidak satupun orang yang bisa membantu kita karena semuanya sibuk dengan urusannya masing-masing. Dimintai bantuan dengan orang tua, orang tua juga lagi fokus dan sibuk dengan hal ihwal pertanggungjawabannya nanti, dimintai bantuan dengan saudara kandung sementara saudara kandung juga tidak bisa berbuat apa-apa karena siap-siap untuk dimintai pertanggungjawabannya kelak yang waktunya tinggal menunggu giliran. Saat dalam kondisi inilah, puasa dan al Quran dengan izin Allah memberikan syafaatnya. Karenanya, Ramadan sebagai cara Allah untuk membuka dan menerima segala kebaikan hamba-Nya harus disikapi dengan banyak beramal. Allah SWT tidak butuh amal kita, Allah SWT tidak bergantung pada siapapun tapi kitalah sesungguhnya yang memerlukan bantuan Allah SWT setidaknya amal yang dihadapkan sebagai “modal awal” menghadapnya dan pertanda bahwa kita menghambakan diri pada-Nya.**