Uncategorized

Berilmulah Lantas Amalkan

Oleh Sholihin HZ**

(Sekum PW IPIM Kalimantan Barat)

Kedudukan ilmu dalam Islam menempati tempat yang mulia. Bukan hanya karena ilmu itu memang mulia, juga orang yang menuntut ilmu itu banyak memiliki keutamaannya. Allah SWT akan memudahkan jalannya menuju surga, para malaikat mendoakannya hingga ikan dilaut menyertai dalam doa-doanya dan perbandingan antara orang ‘abid (ahli ibadah) dengan ‘alim (berilmu) ibarat bulan dan bintang, itulah diantara kemuliaan orang-orang yang belajar. Betapa terangnya bulan berbanding jauh dengan terangnya bintang-bintang. Ilmu juga yang pertama diajarkan Allah SWT kepada Nabi Adam as saat awal diciptakannya Nabi Adam as. Dinyatakan dalam Qs. Al Baqarah/ 2: 31: Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya, kemudian Dia memperlihatkannya kepada para malaikat, seraya berfirman, “Sebutkan kepada-Ku nama-nama (benda) ini jika kamu benar”. Salah satu sisi keutamaan manusia dijelaskan pada ayat ini adalah Allah SWT ajarkan kepada Adam nama-nama semuanya, yaitu nama benda-benda dan kegunaannya yang akan bisa membuat bumi ini menjadi layak huni bagi penghuninya dan akan menjadi ramai.

Saat ini ilmu sudah berkembang dengan sangat pesat, apa yang tidak mungkin di masa lampau saat ini menjadi kenyataan. Jarak jauh dan beda tanah daratan tidak menjadi masalah lagi, pengiriman barang (uang) tidak lagi melewati kurir manusia, bertemu dengan salam jauh tidak lagi hanya mendengar suara namun bisa dengan bertatapan wajah dengan segala kondisinya. Inilah kecanggihan ilmu. Jika semangatnya demikian luar biasa untuk ilmu yang mengantarkan pada kemudahan hidup manusia maka ilmu agama seyogyanya lebih digiatkan karena inilah yang mengantarkan pada nyaman tidaknya kelak hidup di akhirat. Kehidupan akhirat adalah abadi. Kecanggihan teknologi harus dikuasai, kemampuan menyerap informasi dan kompetensi keilmuan harus dimiliki. Kesuksesan di bidang ini dapat diharapkan menunjang kesuksesan hidup seseorang di dunia. Tapi benarkah ia akan bahagia? ia tapi sifatnya semu. Sesungguhnya sangat sederhana menilai kebahagiaan yakni jika perbuatan dosa menyebabkanmu was-was dan khawatir (diketahui orang) dan jika perbuatan baik menyebabkan hatimu tenang dan gundah saat meninggalkan kebaikan itu, maka itulah kebahagiaan.

Sebuah pepatah dari pujangga sekaligus ulama ulama yang pernah dimiliki Indonesia, Buya HAMKA, beliau menyebutkan: dengan ilmu menyebabkan hidup menjadi mudah, dengan iman menyebabkan hidup menjadi terarah dan dengan cinta menyebabkan hidup menjadi indah. Ilmu terkait kecanggihan teknologi sudah demikian majunya. Kadang masih kita temukan betapa adanya mereka yang masih awam dengan hal-ihwal agamanya. Disinilah pentingnya kajian dan berbagai majlis taklim untuk mendorong semangatnya belajar agama. Agama hendaknya tidak dijadikan sekedar pajangan bak etalase atau nampak dimuka namun tidak menyentuh hingga ke dalam. Kebaikan baik yang sifatnya vertikal (sholat, zikir, tadarus dan sebagainya) harus berbanding lurus dengan kebaikan yang sifatnya horizontal (zakat, infaq, sadakah). Bukankah wujud dari ilmu yang dimiliki seseorang harus memiliki nilai-nilai sosial. Seseorang yang ahli sujud maka sejatinya ia harus juga ahli sadakah, seorang yang kuat zikirnya adalah orang yang membawa kedamaian dimanapun ia berada. Demikian pertalian antara ilmu dan amal menjadi bagian yang tak terpisahkan.

Pepatah Arab menyatakan “Al-‘Ilmu bila amalin kasysyajari bila tsamarin“. Ilmu tanpa amal ibarat pohon tak berbuah. Setidaknya ada dua makna yang terkandung dalam ungkapan hikmah tersebut.  Pertama, seseorang yang memiliki ilmu, tetapi sikap dan perilakunya sama sekali tidak mencerminkan ilmunya, bahkan berbanding terbalik dari ilmu yang dimilikinya, maka ia termasuk orang yang berilmu tapi minus amal. Kedua, makna lain dari ungkapan bijak tersebut adalah, jika seseorang memiliki ilmu, tetapi ia tidak pernah mau untuk berbagi ilmu kepada orang lain, enggan untuk mengajarkan ilmunya kepada orang orang lain, maka ilmu yang dimilikinya ibarat pohon yang rindang, namun tidak menghasilkan buah, yang bisa memberi manfaat kepada orang lain.

Sesungguhnya kewajiban orang yang berilmu adalah mengamalkan ilmunya. Namun orang yang mengamalkan ilmunya juga bisa dalam bahaya kecuali orang yang ikhlas dan orang yang ikhlas harus tetap waspada, karena selalu ada celah untuk mengungkit-ungkit kebaikan yang telah diperbuatnya meskipun belasan tahun yang lalu. Puncaknya adalah keikhlasan. Demikian ungkap Hujjatul Islam, Imam al Ghazali. **

Avatar

Editor IPIM Kalbar

About Author

Leave a comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Anda mungkin juga menyukai lainnya...

Uncategorized

Mereka Bagaikan Perumpamaan Orang yang Hidup dan yang Mati

Oleh Sholihin HZ** (Sekretaris Umum PW IPIM Kalimantan Barat)                     “Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya,
Uncategorized

Giat PW IPIM dalam “KLIK”

Anggota Bidang Media dan Humas PW IPIM Kalimantan Barat, Effendi MZ dalam Giat Penyuluhan Hukum bersama Tim Biro Hukum &
© 2024 Created by: Ittihad Persaudaraan Imam Masjid (IPIM) Kalimantan Barat, Indonesia