IPIM Kalbar Adakan MoU dengan Amazing Wakaf Indonesia Regional Kalimantan

IPIM Kalbar Adakan MoU dengan Amazing Wakaf Indonesia Regional Kalimantan Bertempat di ruang masjid Al Hikmah Sepakat Pontianak, pada hari Ahad (16/3) berlangsung penandatanganan nota kesepahaman antara Pimpinan Wilayah Ittihad Persaudaraan Imam Masjid (PW IPIM) Kalimantan Barat dengan AWI atau Amazing Wakaf Indonesia. Sholihin Hz yang mewakili penandatangan tersebut hadir bersama undangan lainnya menandatangani kesepahaman ini yangs disaksikan oleh Ujang Sudarman selaku Ketua AWI Regional Kalimantan Barat,  Staff bidang hukum Pemerintah Kota Pontianak, Dewan Penasehat AWI, Kepala Kantor Cabang Amazing Wakaf Indonesia Kalbar, Rapanca Indra Mukti, KETUA DKM Masjid HIKMAH Sepakat, AMBASADOR 5 WINNING PROGRAM AWI, Pimpinan Badan Wakaf Indonesia, Bapak H. Supardi, SE dan para imam masjid SE Kalimantan Barat. Kehadiran pimpinan AWI dalam rangka sosialisasi kepada para imam masjid yang bertepatan dengan program unggulan PW IPIM Kalimantan Barat yaitu Madrasah Imam Masjid (MIM) yang pada hari Ahad merupakan proses pembelajaran untuk pertemuan ke-5. Sholihin Hz -selaku Sekretaris Umum PW IPIM Kalbar- mewakili Ketua PW IPIM Kalimantan Barat, Muammar Khadafi yang berhalangan hadir- dalam sambutannya memberikan apresiasi dan stimulasi untuk AWI dan mengajak keterlibatan para imam dalam program AWI yang diberi nama Manajemen Jalan Pulang. “Sesuai dengan namanya, program manajemen jalan pulang atau MJP ini secara garis besar menyiapkan sarana pendukung untuk terselenggaranya fardhu kifayah secara maksimal, artinya meskipun di beberapa komplek atau komunitas masyarakat sudah ada tim UPJ atau unit penyelenggara jenazah namun Tidka menutup kemungkinan masih ada wilayah yang memang minim tenaganya, AWI hadir untuk memediasi ini karena sesuai dengan namanya, sekarang persiapan kita adalah menyiapkan jalan pulang ke kampung akhirat “, ujar Sholihin Hz yang juga diamanahi sebagai Kepala Madrasah Imam IPIM Kalimantan Barat. Berikut diantara kesepakatan keduanya yakni memfasilitasi pendidikan dan pelatihan fardhu kifayah yang sesuai dengan standar syariat dan medis. Kemudian kerjasama dalam program Manajemen Jalan Pulang untuk optimalisasi program fardhu kifayah. Selanjutnya bersama-sama mendorong peningkatan kesejahteraan imam masjid seKalimantan Barat. Adapun ruang lingkup kerjasamanya meliputi  Program Pendidikan dan Pelatihan dengan memfasilitasi program pendidikan dan pelatihan fardhu Kifayah melalui organisasi IPIM Kalimantan Barat dan Program Peningkatan Kesejahteraan Imam Masjid.(1706).

Puasanya Orang-orang Saleh

Oleh Sholihin HZ*(Sekretaris Umum PW IPIM Kalimantan Barat) Ramadan 1446 H sudah ditengah-tengah kita, Ramadan hadir memberikan banyak harapan dan bulan pengampunan utamanya pembersihan diri dan jiwa dari sifat-sifat hewaniyah yang bersemayam dihati manusia. Sifat-sifat hewaniyah yang ada adalah serakah dan tamak, selalu ingin menang sendiri sendiri (egosentris), mudah tersulut kemarahan dan tidak puas dengan nikmat sendiri karenanya selalu ignin nikmat orang lain pindah kepadanya. Ramadan hadir dengan puasa disiang harinya, tadarus Quran menjadi bacaan hariannya, tarawih dan witir sebagai bentuk penghambaannya menjadikan pelakunya yakni kita dibimbing menjadi manusia takwa.Puasa di bulan Ramadan sejatinya adalah mengendalikan diri karena itulah hakikatnya mengapa kita disuruh berpuasa. Tidak ada yang mampu menundukkan nafsu kecuali puasa. Nafsu syahwat yang bergejolak, nafsu konsumsi halal yang berlebihan, nafsu makan minum yang melebihi standar adalah tahap terendah hakikat puasa. Tingkatan puasa yang tertinggi adalah menghilangkan ketergantungan manusia kecuali kepada Allah SWT.Imam Al-Ghazali secara khusus menyebutkan tiga tingkatan puasa yang sudah umum diketahui. Puasa orang awam (kebanyakan) sebatas tidak makan dan tidak minum. Selanjutnya puasa tingkatan khusus dan puasa khususnya orang-orang khusus. Tulisan ini konsentrasi pada tingkatan kedua. Jika selama ini kita terus dan telah berpuasa bertahun-tahun seharusnya tidka lagi berkutat pada tahap pertama. Sudah seyogyanya naik pada level kedua yakni puasanya orang khusus. Puasa orang khusus adalah puasanya orang-orang saleh.Ada enam hal yang merupakan tanda orang-orang yang berpuasa pada tingkat kedua ini. Pertama, ia menundukkan pandangan (ghadh al bashar). Menjaga mata dan pendangan adalah caranya orang-orang saleh dan ini termasuk cara awal untuk menjaga keimanan. Khusyu’ dalam solat bisa terwujud salah satunya karena mata tidak liar melihat apapun karena iblis bisa saja menghadirkan kembali pandangan itu untuk membuat solat kita tidak fokus dan lalai. Orang yang berpuasa pada level ini memperhatikan panca inderanya untuk tidak menambah hal-hal yang mengurangi nilai puasa. Mata adalah alat panca indera yang mampu menembus jantung hati manusia dan panah beracun iblis laknatullah.Kedua, orang yang pada level ini selanjutnya menjaga lisan (hifzh al lisan). Menjaga lisan. Lisan menjadi sumber banyak kesalahan dan dosa. Dari lidah tak bertulang inilah berbagai huru-hara terjadi, sebutlah diantaranya dusta, namimah, ghibah dan lainnya. Pepatah menyebutkan jika pedang lukai tubuh masihlah ada harapan sembuh namun jika lidah lukai hati kemana obat hendak dicari. Namun dari lidah juga berbagai zikir lisan bisa terucapkan, dari lidah juga pengagungan asma Allah SWT dan merdunya al Quran bisa didengarkan. Selanjutnya ketiga adalah menjaga telinga dari mendengar hal-hal yang menggoyahkan keimanan dan mengurangi nilai-nilai puasa. Jangankan yang haram, telinga juga dijaga untuk tidak mendengarkan perkara makruh (yang tidak ada manfaatnya untuk menambah keimanan).Berikutnya keempat, cara berpuasanya kaum salihin adalah menjaga yadun war rojul (tangan dan kaki) dari perkara yang makruh. Menjaga tangan untuk tidak memegang yang tidak seharusnya, menjag alangkah kaki untuk tetap berada dijalan kebaikan. Tangan dan kaki adalah kelengkapan manusia yang memiliki manfaat sangat besar. Kesombongan dan keangkuhan dapat disimbolkan dengan dua alat ini namun ini juaga yang mengantarkan manusia pada kehancuran. Puasa mengendalikan dua hal ini agar terjaga penggunaannya.Kelima, kebiasaan orang-orang saleh dalam berpuasa adalah mampu mengendalikan makan-minum saat berbuka meskipun halal. Memang inilah sejatinya puasa, tidak hanya tidak mengkonsumsi yang haram namun yang halalpun tetap mampu dikendalikan dan inilah hakikat puasa yang sesungguhnya. Keenam, setaip hari setelah dilewatinya puasa demi hari maka orang-orang saleh bermunajat dan berharap agar Ramadan dengan segala amal di dalamnya diterima oleh Allah SWT. Kekhawatiran dan ketakutan ada pada mereka yakni khawatir tidak diterima Allah SWT dan ini merupakan kerugian yang sangat besar mengingat sudah dipanjangkannya umur namun tidak ada peningkatan ibadah khususnya amaliah selama bulan Ramadan. Selamat Menunaikan Ibadah Ramadan 1446 H**

Puasa sebagai Syafaat

Sholihin HZ Sekretaris Umum PW IPIM Kalimantan Barat Puasa yang dilaksanakan di bulan Ramadhan sebagai puasa wajib maupun puasa selainnya yang dihukumkan sebagai sunnah memiliki nilai yang luar biasa jika dilihat dari berbagai aspek. Aspek sosial adalah ia (puasa) mendidik pelakunya untuk ikut merasakan pedih dan perihnya perut disiang hari sebagai cara untuk merasakan penderitaan orang lain. Dari aspek pencucian diri, maka puasa merupakan media tazkiyatun nafs. Puasa mengajarkan untuk banyak bershadaqah sebagaimana cara Rasullullah kala Ramadan tiba. Rasulullah banyak berinteraksi dengan Al Quran bersama sahabatnya Ruhul Qudus Jibril as dan sebagainya. Taatnya seseorang pada perintah Allah dengan tidak makan dan minum, menjaga panca indera dari yang bisa mengurangi nilai pahala puasa sesungguhnya hikmah dan faidahnya akan kembali kepada manusia itu sendiri. Rasulullah Saw menyatakan, dua hal yang bisa memberikan syafaat kepada pelakunya, disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad: “Shiyam (puasa) dan al Quran akan memberikan syafaatnya kepada seorang hamba pada hari kiamat. Puasa berkata: Wahai Rabb, aku telah menahannya dari makanan dan syahwat pada siang hari, maka berilah izin kepadaku untuk memberikan syafaat kepadanya. AL Quran berkata: Aku telah menahannya dari tidur pada malam hari, maka berilah saya izin untuk memberikan syafaat kepadanya. Keduanya dapat izin untuk memberikan syafaatnya.” Hadits di atas secara jelas menyebutkan betapa dua aktifitas yang sebenarnya rutin dan selalu dijalani orang-orang beriman tetapi sungguh demikian besar dan efeknya kelak di akhirat. Puasa di bulan Ramadan dengan disertai aktifitas kebaikan lainnya harus dilihat sebagai cara Allah SWT agar kita tetap berada di jalan yang lurus. Allah SWT ingin kita dengan memanfaatkan Ramadan ini menjadikannya sebagai training center atau pusat Latihan. Puasa yang bagaimana yang bisa memberikan syafaat? Puasa yang memberikan efek nantinya adalah puasa sebagai media melatih menahan yang halal, melatih mengendalikan syahwat, melatih hidup sederhana, melatih tidak konsumtif, melatih tidak bicara yang kotor (jorok) dan berbuat yang tidak ada faidahnya. Inilah puasa yang dikehendaki oleh Islam. Rasulullah SAW menyatakan: “Apabila salah seorang dari kalian di suatu hari sedang berpuasa, maka janganlah dia berkata-kata kotor dan berbuat kebodohan dan sia-sia. Bila dia dicaci oleh orang lain atau diperangi maka hendaklah dia mengatakan, Sesungguhnya saya sedang berpuasa”. (Muslim). Jika seseorang mengisi Ramadan dengan puasa sesuai dengan makna yang sesungguhnya, menjaga lisan, panca indera dan menautkan hati semata-mata karena Allah SWT maka inilah orang yang kelak mendapatkan syafaatnya. Pentingkah syafaat? Sangat penting. Syafaat sederhananya adalah pertolongan yang Allah berikan kepada makhluk pilihannya. Ketika di dunia kita kekurangan uang maka kita bisa minjam dengan tetangga, jika kita perlu bantuan untuk urusan tertentu maka kita bisa minta bantu dengan orang yang dikenal ahli dibidangnya. Akan tiba saat satu saat kita minta bantu namun tidak satupun orang yang bisa membantu kita karena semuanya sibuk dengan urusannya masing-masing. Dimintai bantuan dengan orang tua, orang tua juga lagi fokus dan sibuk dengan hal ihwal pertanggungjawabannya nanti, dimintai bantuan dengan saudara kandung sementara saudara kandung juga tidak bisa berbuat apa-apa karena siap-siap untuk dimintai pertanggungjawabannya kelak yang waktunya tinggal menunggu giliran. Saat dalam kondisi inilah, puasa dan al Quran dengan izin Allah memberikan syafaatnya. Karenanya, Ramadan sebagai cara Allah untuk membuka dan menerima segala kebaikan hamba-Nya harus disikapi dengan banyak beramal. Allah SWT tidak butuh amal kita, Allah SWT tidak bergantung pada siapapun tapi kitalah sesungguhnya yang memerlukan bantuan Allah SWT setidaknya amal yang dihadapkan sebagai “modal awal” menghadapnya dan pertanda bahwa kita menghambakan diri pada-Nya.**

Berilmulah Lantas Amalkan

Oleh Sholihin HZ** (Sekum PW IPIM Kalimantan Barat) Kedudukan ilmu dalam Islam menempati tempat yang mulia. Bukan hanya karena ilmu itu memang mulia, juga orang yang menuntut ilmu itu banyak memiliki keutamaannya. Allah SWT akan memudahkan jalannya menuju surga, para malaikat mendoakannya hingga ikan dilaut menyertai dalam doa-doanya dan perbandingan antara orang ‘abid (ahli ibadah) dengan ‘alim (berilmu) ibarat bulan dan bintang, itulah diantara kemuliaan orang-orang yang belajar. Betapa terangnya bulan berbanding jauh dengan terangnya bintang-bintang. Ilmu juga yang pertama diajarkan Allah SWT kepada Nabi Adam as saat awal diciptakannya Nabi Adam as. Dinyatakan dalam Qs. Al Baqarah/ 2: 31: Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda) seluruhnya, kemudian Dia memperlihatkannya kepada para malaikat, seraya berfirman, “Sebutkan kepada-Ku nama-nama (benda) ini jika kamu benar”. Salah satu sisi keutamaan manusia dijelaskan pada ayat ini adalah Allah SWT ajarkan kepada Adam nama-nama semuanya, yaitu nama benda-benda dan kegunaannya yang akan bisa membuat bumi ini menjadi layak huni bagi penghuninya dan akan menjadi ramai. Saat ini ilmu sudah berkembang dengan sangat pesat, apa yang tidak mungkin di masa lampau saat ini menjadi kenyataan. Jarak jauh dan beda tanah daratan tidak menjadi masalah lagi, pengiriman barang (uang) tidak lagi melewati kurir manusia, bertemu dengan salam jauh tidak lagi hanya mendengar suara namun bisa dengan bertatapan wajah dengan segala kondisinya. Inilah kecanggihan ilmu. Jika semangatnya demikian luar biasa untuk ilmu yang mengantarkan pada kemudahan hidup manusia maka ilmu agama seyogyanya lebih digiatkan karena inilah yang mengantarkan pada nyaman tidaknya kelak hidup di akhirat. Kehidupan akhirat adalah abadi. Kecanggihan teknologi harus dikuasai, kemampuan menyerap informasi dan kompetensi keilmuan harus dimiliki. Kesuksesan di bidang ini dapat diharapkan menunjang kesuksesan hidup seseorang di dunia. Tapi benarkah ia akan bahagia? ia tapi sifatnya semu. Sesungguhnya sangat sederhana menilai kebahagiaan yakni jika perbuatan dosa menyebabkanmu was-was dan khawatir (diketahui orang) dan jika perbuatan baik menyebabkan hatimu tenang dan gundah saat meninggalkan kebaikan itu, maka itulah kebahagiaan. Sebuah pepatah dari pujangga sekaligus ulama ulama yang pernah dimiliki Indonesia, Buya HAMKA, beliau menyebutkan: dengan ilmu menyebabkan hidup menjadi mudah, dengan iman menyebabkan hidup menjadi terarah dan dengan cinta menyebabkan hidup menjadi indah. Ilmu terkait kecanggihan teknologi sudah demikian majunya. Kadang masih kita temukan betapa adanya mereka yang masih awam dengan hal-ihwal agamanya. Disinilah pentingnya kajian dan berbagai majlis taklim untuk mendorong semangatnya belajar agama. Agama hendaknya tidak dijadikan sekedar pajangan bak etalase atau nampak dimuka namun tidak menyentuh hingga ke dalam. Kebaikan baik yang sifatnya vertikal (sholat, zikir, tadarus dan sebagainya) harus berbanding lurus dengan kebaikan yang sifatnya horizontal (zakat, infaq, sadakah). Bukankah wujud dari ilmu yang dimiliki seseorang harus memiliki nilai-nilai sosial. Seseorang yang ahli sujud maka sejatinya ia harus juga ahli sadakah, seorang yang kuat zikirnya adalah orang yang membawa kedamaian dimanapun ia berada. Demikian pertalian antara ilmu dan amal menjadi bagian yang tak terpisahkan. Pepatah Arab menyatakan “Al-‘Ilmu bila amalin kasysyajari bila tsamarin“. Ilmu tanpa amal ibarat pohon tak berbuah. Setidaknya ada dua makna yang terkandung dalam ungkapan hikmah tersebut.  Pertama, seseorang yang memiliki ilmu, tetapi sikap dan perilakunya sama sekali tidak mencerminkan ilmunya, bahkan berbanding terbalik dari ilmu yang dimilikinya, maka ia termasuk orang yang berilmu tapi minus amal. Kedua, makna lain dari ungkapan bijak tersebut adalah, jika seseorang memiliki ilmu, tetapi ia tidak pernah mau untuk berbagi ilmu kepada orang lain, enggan untuk mengajarkan ilmunya kepada orang orang lain, maka ilmu yang dimilikinya ibarat pohon yang rindang, namun tidak menghasilkan buah, yang bisa memberi manfaat kepada orang lain. Sesungguhnya kewajiban orang yang berilmu adalah mengamalkan ilmunya. Namun orang yang mengamalkan ilmunya juga bisa dalam bahaya kecuali orang yang ikhlas dan orang yang ikhlas harus tetap waspada, karena selalu ada celah untuk mengungkit-ungkit kebaikan yang telah diperbuatnya meskipun belasan tahun yang lalu. Puncaknya adalah keikhlasan. Demikian ungkap Hujjatul Islam, Imam al Ghazali. **

© 2024 Created by: Ittihad Persaudaraan Imam Masjid (IPIM) Kalimantan Barat, Indonesia