Terlaksana dengan baik Kajian Bulanan Zoom Part 2 oleh PW Pengurus IPIM Kalbar yang menghadirkan Pembina PW IPIM Kalimantan Barat, Prof. Dr. KH Wajidi Sayadi, M. Ag. Kegiatan ini dihadiri oleh Bapak Muhajirin Yanis (Kakanwil Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Barat) dan Bapak Ruslan Hasan (Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Pontianak). Terima kasih juga kepada semua kawan PW, kawan-kawan PD, serta Imam Masjid dan calon pimpinan daerah se-Kalimantan Barat. Insya Allah, sesi 3 akan dilanjutkan pada pekan ke-4 akhir November 2024. Kegiatan Zoom yang diselenggarakan pada tanggal 27 Oktober 2024 ini adalah yang kedua kalinya, dengan tema “Fungsi dan Kedudukan Imam dalam Sholat dan Masyarakat.” Kegiatan dipandu oleh Sekretaris Umum PW IPIM, Sholihin HZ, yang diawali dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an oleh M. Raihan Jamil, anggota bidang pembinaan imam Masjid PD IPIM Kota Pontianak. Dalam sambutannya, Muammar Khadafi, Lc., MH selaku Ketua Umum PW IPIM Kalimantan Barat menyampaikan pentingnya kajian ini. Beliau menyatakan bahwa peran imam masjid tidak hanya sebatas sebagai pemimpin sholat, tetapi juga sebagai teladan dan panutan dalam kehidupan bermasyarakat. “Imam masjid merupakan sosok yang diharapkan dapat membawa nilai-nilai agama ke dalam kehidupan sehari-hari, membimbing umat, serta menjadi jembatan antara masyarakat dan ajaran Islam. Dalam konteks ini, kita perlu memperkuat pemahaman dan penguasaan imam terhadap ilmu agama, agar mereka dapat menjalankan tugas ini dengan baik” ujar Imam Tetap Masjid Raya Mujahidin. Lanjut Muammar, “Lebih jauh lagi, kajian ini juga bertujuan untuk menyadarkan kita semua akan pentingnya kolaborasi antara imam masjid, masyarakat, dan lembaga pendidikan. Kualitas seorang imam akan berpengaruh pada kualitas umat, dan sebaliknya, masyarakat yang baik juga akan melahirkan imam yang berkualitas”. Selanjutnya, Prof. Wajidi menyampaikan pembahasannya tentang syarat dan ketentuan imam serta kedudukannya yang seharusnya dalam masyarakat. Nara sumber yang juga merupakan guru besar Ilmu Hadits di IAIN Pontianak, memulai pemaparannya dengan membahas terminologi kata “imam,” “ummat,” dan “ummi,” yang semuanya berasal dari akar kata yang sama, yaitu أمَّ – يَؤُمُّ (amma-yaummu), yang berarti menuju, harapan, tumpuan, dan panutan. Ia menjelaskan bahwa seorang IMAM (pemimpin) adalah tumpuan harapan bagi UMMAT (masyarakat), yang mengharapkan mereka sebagai teladan dan panutan. Demikian pula, Ibu disebut UMMI karena menjadi tumpuan hati, harapan, dan teladan dalam pembinaan umat melalui rumah tangga. Lanjut Prof. Wajidi, “Hal ini menunjukkan bahwa di tengah-tengah UMMAT terdapat IMAM, dan peran seorang UMMI memiliki keterkaitan yang erat. Kualitas UMMAT sangat dipengaruhi oleh kualitas IMAM, dan sebaliknya, kualitas IMAM juga dipengaruhi oleh kualitas umatnya. Semua ini berawal dari pendidikan yang dilakukan di rumah tangga, yang banyak dimotori oleh seorang UMMI. Dengan demikian, peran IMAM dan UMMI sangat penting dalam membangun masyarakat yang berkualitas dan saling mendukung satu sama lain”. Demikian pembahasan Prof. Wajidi yang juga Pengurus MUI Provinsi Kalimantan Barat.**(1706)
Oleh Sholihin HZ** Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) Kalimantan Barat semakin dekat, persiapan dan tahapan sudah berjalan sesuai jadwalnya. Informasi dari https://pontianakpost.jawapos.com/metropolis bahwa 25 September – 25 November 2024 merupakan masa kampanye oleh masing-masing paslon. ketiga kandidat yang dinyatakan sebagai cagub dan cawagub adalah pasangan Sutarmidji – Didi Haryono, Ria Norsan – Krisantus Kurniawan dan pasangan Muda Mahendrawan – Jakius Sinyor. Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) dalam berbagai jenjangnya dapat dipandang sebagai proses pembelajaran tentang berorganisasi bahkan bernegara. Karena didalamnya sarat dengan unsur pendidikan maka tahapannya harus mencerdaskan pelakunya. Nilai pendidikan apa yang bisa diikuti layaknya sebuah lembaga pendidikan. Pendidikan adalah sebuah proses yang setiap tahapannya semakin lama harus semakin baik dan harus diikuti siapapun. Berbagai tata tertib sekolah wajib diikuti oleh siswanya. Berperan sebagai orang dewasa adalah semua guru dan tenaga pendidiknya dan dalam konteks ini maka pendidik dan tenaga kependidikan harus memberikan contoh untuk taat dan tertib pada aturan yang berlaku. Diantara nilai-nilai pendidikan yang dapat diambil dari proses pilkada (Pemilihan Kepala Daerah). Pertama, masyarakat belajar mengenal visi misi, serta program kerja yang ditawarkan. Disinilah nampak cerdasnya seorang calon pemimpin dan masyarakat menilainya apakah programnya bisa direalisasikan atau sekedar janji belaka. Kedua, memahami hak dan kewajiban. Aktif dalam proses ini adalah kewajiban bagi warga negara dan mendapatkan pelayanan yang baik dari siapapun kala sudah terpilih adalah haknya. Masyarakat mendapatkan pemahaman tentang hak mereka sebagai pemilih dan kewajiban mereka dalam berpartisipasi dalam proses demokrasi. Berikutnya adalah pembelajaran tentang proses demokrasi. Mulai dari pencalonan, kampanye, pemungutan suara hingga tahap pengesahan. Masyarakat -tentunya contoh dari calon pemimpin- untuk dapat pencerahan terkait proses demokrasi harus diberikan keteladanan oleh pelaku atau pengambil keputusan yang terkait. Keempat, pilkada harus difahami sebagai cara negara untuk memilih yang terbaik dari yang baik guna melaksanakan program pembangunan yang akan datang. Karenanya track record dan rekam jejak sang calon menjadi pertimbangan dan harus dipublikasikan. Untuk apa? Kesalahan memilih berpengaruh pada pembangunan di tahun-tahun mendatang. Tentu yang dipilih adalah yang terbaik dan visioner. Pilkada bukan hanya sekadar ajang untuk memilih pemimpin, tetapi juga merupakan kesempatan untuk mendidik masyarakat tentang pentingnya keterlibatan politik. Dengan memahami proses ini, diharapkan masyarakat akan lebih aktif dan kritis dalam berpartisipasi dalam kehidupan politik di masa depan. Pendidikan dalam Pilkada diharapkan menjadi media pembelajaran bagi warganya. Sejatinya pendidikan adalah mencerdaskan dan terjadi perubahan dalam cara berpikir karena pendidikan adalah mengubah sudut pandang. Pilkada: Bagaimana Sikap Kita Semoga Pilkada Kalimantan Barat berjalan lancar, aman, kondusif dan terpilihnya pimpinan yang berkualitas. —————————— Sekum PW IPIM Kalimantan Barat
Oleh Sholihin HZ** (Sekretaris Umum PW IPIM Kalimantan Barat) “Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.” (Qs. Al Ahzab/ 33: 41-42. Demikian diantara dasar utama perintah berzikir. Zikir bermakna mengingat. Mengingat Allah SWT. Bagaimana kondisi saat mengingat Allah? Quran surah Ali Imran/ 3: 191 menjawab: “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia. Mahasuci Engkau. Lindungilah kami dari azab neraka.” Pertanyaan berikutnya yang bisa diajukan, bagaimana caranya? Zikir bisa dilakukan dengan tiga cara. Pertama, zikir dengan hati. Selalu menghadirkan Allah dalam kontemplasi dan perenungan diri. Menghadirkan IA dalam setiap denyutan nadi dan lintasan hati. Seseorang bertanya, bagaimana kita tahu posisi dan keadaan kita dalam pandangan Allah? Maka dinyatakan jika engkau ingin tahu bagaimana posisi dan nilai dalam pandangan Allah SWT maka letaknya pada sejauh mana engkau meletakkan Allah dalam hidup dan hatimu. Orang yang berzikir berarti orang yang ingat. Orang yang ingat bermakna meskipun tidak hadir secara ragawi tetapi sesungguhnya ia merasa Allah hadir dan melihatnya. Kekuatan inilah yang menyebabkan para nabi dan rasul, wali Allah dan orang-orang saleh kala mereka menghadapi hal yang tidak mengenakkan mereka sangat yakin bahwa Allah hadir dan tidak mungkin menyengsarakan mereka. Kalaupun harus dilewati itu semata untuk mengangkat derajat-derajat mereka. Kedua zikir dengan lisan. Lisan adalah cerminan hati, apa yang menjadi sumber di hati kemudian tercerminkan melalui lisan. Lisan yang selalu berzikir maka itulah suasana hatinya. Banyak ditemukan nash yang mengajarkan zikir dengan lisan. Diantaranya, satu hari para sahabat Nabi SAW yang mulia sedang berbincang-bincang di bawah pohon yang kondisi pohonnya hamper mengering dan daunnya berjatuhan. Kemudian Nabi SAW berujar kepada sahabatnya, “Wahai Sahabatku, maukah aku ajarkan kepada kalian kalimat zikir yang jika kalian amalkan maka dosa-dosa kecil kalian akan berguguran sebagaimana gugurnya daun-daun ini” (lantas Rasulullah saw memukulkan tongkatnya dan memukulkannya ke pohon itu seketika daun-daun berguguran). “Baik ya Rasulullah”, kata sahabat. Apa zikirnya? Zikirnya adalah subhanallah walhamdulillah wala ilahaillallah wallahu akbar. Banyak zikir yang dijarkan Rasulullah semoga menjadi amalan kita hendaknya. Ketiga adalah zikir dengan anggota tubuh. Zikir dengan tubuh bermakna dengan amal shaleh (perbuatan). Syukur adalah diantar cara mengingat Allah, dengan cara apa? Dengan cara berbagi kala menerima upah, kala menerima gaji. Bukan besarnya yang dinilai Allah, shadaqah sesuai kadar kemampuan kita. Keikhlasan dan memahami bahwa shadaqah adalah perintah agama maka ia tetap bernilai disisi Allah. Tepatnya, bersyukur dengan berbagi adalah memahami bahwa syukur kita bukan sebatas nikmat materi yang diterima tapi bahwa Sang Pemberi Nikmat yakni Allah SWT masih mengucurkan nikmatnya pada kita. Zikir memiliki peran yang sangat penting dalam menyucikan hati dan jiwa manusia. Baik dalam konteks agama Islam maupun dalam kehidupan sosial, zikir sebagai upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah dan meningkatkan ketenangan jiwa. Di sisi lain, orang yang tidak berzikir cenderung terjebak dalam kesibukan dunia, mengabaikan aspek spiritual dalam kehidupannya. Perumpamaan orang yang berzikir dan tidak adalah ibarat orang hidup dan yang mati. Dalam shohih Bukhari disebutkan, “matsalul ladzi yazkuru robbahu walladzi la yazkuru robbahu, matsalul hayyi wal mayyiiti”, artinyaperumpamaan orang yang berzikir dan yang tidak berzikri (mengingat) tuhannya seperti antara orang hidup dan mati. Dengan berzikir hati, lisan dan perbuatan, harapan kita semoga kalimat-kalimat thoyyibah yang akan mengakhiri kalam kita kala menghadap Allah SWT. Semoga. ————————-
Anggota Bidang Media dan Humas PW IPIM Kalimantan Barat, Effendi MZ dalam Giat Penyuluhan Hukum bersama Tim Biro Hukum & MOderasi Beragama Sekjen Kementerian Agama pada hari Jumat (11/10) di Hotel Harris Jalan Gajahmada Pontianak.
Oleh Sholihin HZ** (Sekretaris Umum PW IPIM Kalimantan Barat) “Wahai orang-orang yang beriman! Ingatlah kepada Allah, dengan mengingat (nama-Nya) sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya pada waktu pagi dan petang.” (Qs. Al Ahzab/ 33: 41-42. Demikian diantara dasar utama perintah berzikir. Zikir bermakna mengingat. Mengingat Allah SWT. Bagaimana kondisi saat mengingat Allah? Quran surah Ali Imran/ 3: 191 menjawab: “(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring, dan memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), “Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia. Mahasuci Engkau. Lindungilah kami dari azab neraka.” Pertanyaan berikutnya yang bisa diajukan, bagaimana caranya? Zikir bisa dilakukan dengan tiga cara. Pertama, zikir dengan hati. Selalu menghadirkan Allah dalam kontemplasi dan perenungan diri. Menghadirkan IA dalam setiap denyutan nadi dan lintasan hati. Seseorang bertanya, bagaimana kita tahu posisi dan keadaan kita dalam pandangan Allah? Maka dinyatakan jika engkau ingin tahu bagaimana posisi dan nilai dalam pandangan Allah SWT maka letaknya pada sejauh mana engkau meletakkan Allah dalam hidup dan hatimu. Orang yang berzikir berarti orang yang ingat. Orang yang ingat bermakna meskipun tidak hadir secara ragawi tetapi sesungguhnya ia merasa Allah hadir dan melihatnya. Kekuatan inilah yang menyebabkan para nabi dan rasul, wali Allah dan orang-orang saleh kala mereka menghadapi hal yang tidak mengenakkan mereka sangat yakin bahwa Allah hadir dan tidak mungkin menyengsarakan mereka. Kalaupun harus dilewati itu semata untuk mengangkat derajat-derajat mereka. Kedua zikir dengan lisan. Lisan adalah cerminan hati, apa yang menjadi sumber di hati kemudian tercerminkan melalui lisan. Lisan yang selalu berzikir maka itulah suasana hatinya. Banyak ditemukan nash yang mengajarkan zikir dengan lisan. Diantaranya, satu hari para sahabat Nabi SAW yang mulia sedang berbincang-bincang di bawah pohon yang kondisi pohonnya hamper mengering dan daunnya berjatuhan. Kemudian Nabi SAW berujar kepada sahabatnya, “Wahai Sahabatku, maukah aku ajarkan kepada kalian kalimat zikir yang jika kalian amalkan maka dosa-dosa kecil kalian akan berguguran sebagaimana gugurnya daun-daun ini” (lantas Rasulullah saw memukulkan tongkatnya dan memukulkannya ke pohon itu seketika daun-daun berguguran). “Baik ya Rasulullah”, kata sahabat. Apa zikirnya? Zikirnya adalah subhanallah walhamdulillah wala ilahaillallah wallahu akbar. Banyak zikir yang dijarkan Rasulullah semoga menjadi amalan kita hendaknya. Ketiga adalah zikir dengan anggota tubuh. Zikir dengan tubuh bermakna dengan amal shaleh (perbuatan). Syukur adalah diantar cara mengingat Allah, dengan cara apa? Dengan cara berbagi kala menerima upah, kala menerima gaji. Bukan besarnya yang dinilai Allah, shadaqah sesuai kadar kemampuan kita. Keikhlasan dan memahami bahwa shadaqah adalah perintah agama maka ia tetap bernilai disisi Allah. Tepatnya, bersyukur dengan berbagi adalah memahami bahwa syukur kita bukan sebatas nikmat materi yang diterima tapi bahwa Sang Pemberi Nikmat yakni Allah SWT masih mengucurkan nikmatnya pada kita. Zikir memiliki peran yang sangat penting dalam menyucikan hati dan jiwa manusia. Baik dalam konteks agama Islam maupun dalam kehidupan sosial, zikir sebagai upaya untuk mendekatkan diri kepada Allah dan meningkatkan ketenangan jiwa. Di sisi lain, orang yang tidak berzikir cenderung terjebak dalam kesibukan dunia, mengabaikan aspek spiritual dalam kehidupannya. Perumpamaan orang yang berzikir dan tidak adalah ibarat orang hidup dan yang mati. Dalam shohih Bukhari disebutkan, “matsalul ladzi yazkuru robbahu walladzi la yazkuru robbahu, matsalul hayyi wal mayyiiti”, artinyaperumpamaan orang yang berzikir dan yang tidak berzikri (mengingat) tuhannya seperti antara orang hidup dan mati. Dengan berzikir hati, lisan dan perbuatan, harapan kita semoga kalimat-kalimat thoyyibah yang akan mengakhiri kalam kita kala menghadap Allah SWT. Semoga. ————————-