KAJIAN DAN TAUSIYAH

Bersyukurlah Pada Sang Pemberi Nikmat

Oleh: Sholihin, M.Pd. (Sekretaris Umum PW IPIM Kalimantan Barat)   Dalam al Quran al Karim, Allah SWT menyatakan: “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. An Nahl: 18). Ayat ini secara tegas menyebutkan bahwa kita tidak akan sanggup menghitung nikmat Allah SWT, mencoba untuk menghitungnya sudah tidak mampu, bahkan IA sudah memaklumkan manusia tidak akan bisa menghitungnya. Sangat banyak nikmat yang kita terima bahkan sejak kita masih dalam kandungan berbagai kandungan sudah diberikan Allah SWT. Sebut saja nikmat udara, nikmat mata (panca indera berfungsi dengan baik), nikmat bisa melangkahkan kaki dengan bisa mengadakan perjalanan yang jauh, nikmat karena adanya keluarga yang menyenangkan hati, nikmat diterima di pekerjaan saat ini. Tak terhitung. Lantas bagaimana sikap kita dalam menyikapi berbagai nikmat yang Allah SWT berikan? Berikut sikap seorang muslim dalam merespon berbagai nikmat Allah SWT.   Pertama. Karena kita tidak mungkin menghitung nikmat Allah maka berdasarkan Qs. Ibrahim/ 7: 14 tugas kita adalah mensyukuri nikmat Allah SWT. Dinyatakan, “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat””. Siapapun yang bersyukur -berdasarkan ayat ini- maka akan Allah tambah nikmat-Nya namun jika ingkar, Allah juga memaklumkan bahwa siksaan-Nya sangat pedih. Bahasa sederhananya adalah jangan main-main dengan nikmat Allah SWT. Sikap syukur akan menghasilkan munculnya nikmat-nikmat Allah lainnya. Syukur adalah menampakkan nikmat Allah dan mengakui bahwa Allah-lah yang telah memberikan nikmat bukan lainnya. Allah SWT sangat senang jika nikmat yang diberikan-Nya digunakan sebagaimana kehendak-Nya.   Syeh Ibnu Athoillah As-Sakandari dalam kitab Al Hikam berkata:“Siapa yang tidak mensyukuri nikmat-nikmat, maka berarti ia berusaha untuk hilangnya nikmat itu, dan siapa yang bersyukur atas nikmat-nikmat berarti telah mengikat nikmat itu dengan ikatan yang kokoh.” Kedua, nikmat yang diberikan Allah SWT bisa jadi bukan semata untuk kita nikmati sendiri, ia bisa menjadi perantara untuk tersampaikannya nikmat Allah untuk orang lain melalui tangan kita. Dalam konteks ini, berbahagialah jika kita dijadikan Allah sebagai perantara bagi orang lain untuk tersampaikannya nikmat Allah. “Siapa yang membantu hajat saudaranya maka Allah akan membantunya dalam hajatnya”. (HR. Bukhari). Siapa diantara kita yang tidak memiliki hajat? Sejak lahir kita sudah perlu dengan berbagai hal untuk terpenuhinya hajat kita. Bagaimana suasana hati kita kala hajat kita dibantu untuk diselesaikan oleh orang lain? Senang dan gembira. Ketika kita mendapati hal demikian mungkin saja di waktu yang lalu kita pernah membantu menyelesaikan hajat saudara kita, Allah SWT Maha Melihat kelakuan hamba-Nya. Balasan Allah SWT akan tiba pada orang yang tepat dan diwaktu yang tepat pula. Ketiga, wujud syukur hendaknya tidak berhenti pada datangnya nikmat atau materi itu sendiri, tapi bersyukurlah bahwa Allah SWT sebagai Zat Pemberi Nikmat masih memberi nikmat kepada kita. Jika seseorang bersyukur sebatas karena materi nikmat maka ketahuilah itu pertanda betapa dangkalnya ia memahami nikmat. Contoh sederhananya adalah jika si A diberi uang Rp. 5 juta maka rasa syukurnya luar biasa namun kala diberi uang Rp. 100 ribu rasa terimakasih biasa-biasa saja. Perbedaan wujud syukur dengan jumlah uang berbeda menunjukkan bahwa ia masih mensyukuri nikmat itu sebatas materi nikmat itu sendiri. Pemahaman yang bagaimana seharusnya? Seharusnya adalah memahamkan diri bahwa apapun dan berapapun nikmat itu tetap bersyukur bahwa Sang Pemberi Nikmat masih memberi nikmat kepada hamba-Nya. Sikap ini akan memperteguh keyakinan kita bahwa nikmat atau musibah sekalipun adalah berdasarkan ketentuan Allah SWT.**

BERITA

IPIM Kalbar Luncurkan Website Resmi sebagai Media Sosialisasi dan Pembinaan Imam Masjid

PONTIANAK – Pengurus Wilayah Ittihad Persaudaraan Imam Masjid (IPIM) Kalimantan Barat meluncurkan situs web resmi mereka, https://ipimkalbar.org, pada acara peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1446 H. Peluncuran ini dipimpin oleh Ketua Bidang Media dan Humas PW IPIM Kalbar, Dr. Sumin, M.Si., di hadapan jajaran Pengurus Wilayah IPIM Kalimantan Barat serta Pengurus Daerah Kota Pontianak yang baru dilantik.   Website https://ipimkalbar.org dirancang sebagai platform untuk memperluas jangkauan sosialisasi dan interaksi organisasi dengan para imam masjid di seluruh Provinsi Kalimantan Barat. Menurut Dr. Sumin, M.Si., situs ini bertujuan untuk merangkul para imam masjid dengan semangat “Menjalin Ukhuwah, Menebar Cahaya Islam Wasathiyah.” Fitur-fitur yang tersedia meliputi publikasi berita kegiatan IPIM, penyebaran khutbah dan kajian Islam moderat, serta agenda yang mencakup pembinaan imam, khatib, dan kajian keislaman bagi masyarakat luas. Selain itu, website ini juga menyediakan informasi tentang agenda internal organisasi IPIM, sehingga dapat menjadi pusat informasi dan komunikasi bagi seluruh anggota dan pengurus IPIM di Kalimantan Barat.   Peluncuran website ini menjadi tonggak baru upaya IPIM Kalbar dalam memperkuat jalinan komunikasi dan kerjasama dengan para imam masjid di seluruh wilayah provinsi pada era digital. “Website IPIM Kalbar diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai media untuk menyebarkan nilai-nilai Islam yang moderat serta menjadi wadah pembinaan yang efektif bagi para imam masjid,” ujar Dr. Sumin, M.Si.   Keberadaan situs https://ipimkalbar.org menjadi salah satu langkah nyata IPIM Kalbar dalam memanfaatkan teknologi digital untuk mendukung dakwah dan kepemimpinan imam masjid di Kalimantan Barat. Harapannya, seluruh kegiatan dan program IPIM dapat lebih mudah diakses dan diikuti oleh masyarakat luas, terutama para imam masjid yang menjadi ujung tombak dalam menyebarkan ajaran Islam yang rahmatan lil ‘alamin.

BERITA

Pengurus Daerah IPIM Kota Pontianak Diresmikan: Semangat Baru di Hari Peringatan Maulid Nabi

PONTIANAK – Ketua Umum Pimpinan Wilayah Ittihad Persaudaraan Imam Masjid (IPIM) Provinsi Kalimantan Barat, Al-Ustadz Muammar Khadafi, Lc., M.A., Al-Hafidz, resmi melantik kepengurusan baru Pimpinan Daerah (PD) IPIM Kota Pontianak untuk masa khidmat 2024-2029. Pelantikan berlangsung khidmat di Aula Khatulistiwa, Kompleks YKIK Al Azhar, Jalan Ahmad Yani, Pontianak, pada Minggu (22/9/2024).   Sebanyak 25 pengurus baru IPIM Kota Pontianak dilantik berdasarkan Surat Keputusan Pimpinan Wilayah IPIM nomor 11/SK-PW.IPIM/7/2024. Susunan pengurus harian dipimpin oleh Prof. Dr. Rudi Kurnianto sebagai Ketua, Mauluddin sebagai Sekretaris, dan H. Supardi sebagai Bendahara. Struktur kepengurusan ini juga mencakup bidang-bidang seperti pengembangan organisasi masjid, pembinaan imam masjid, ekonomi, serta media dan humas. Al-Ustadz Muammar Khadafi berharap kepengurusan baru ini mampu menjalankan amanah dengan baik dan terus meningkatkan kualitas imam masjid di Kota Pontianak. “Semoga para pengurus yang baru dilantik dapat bekerja optimal dan membawa perubahan positif bagi kualitas imam masjid di wilayah Kota Pontianak,” ucapnya saat mengukuhkan pengurus baru. Pelantikan dihadiri oleh PJ Walikota Pontianak, Ani Sofian, perwakilan Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Pontianak, Wakil Ketua PC Pergunu Kota Pontianak, serta sejumlah wakil dari pengurus masjid di Kota Pontianak. Kehadiran para tamu undangan VIP ini menambah semarak dan khidmatnya acara pelantikan.     Rangkaian acara juga termasuk peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1446 H. Tausiyah disampaikan oleh Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, M.A., Ketua Umum Pimpinan Pusat IPIM, yang hadir secara daring. Ceramah ini menekankan pentingnya keteladanan Rasulullah SAW bagi para imam masjid dan pemimpin umat, serta menjadi penutup acara yang penuh keberkahan.

BERITA

Pengurus Wilayah IPIM Kalimantan Barat Gelar Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Prof. Nasaruddin Umar Sampaikan Tausiyah Secara Daring

PONTIANAK – PW Ittihad Persaudaraan Imam Masjid (IPIM) Kalimantan Barat mengadakan peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1446 H di Aula Khatulistiwa, Kompleks Kampus Al Azhar Ahmad Yani Pontianak, pada Jumat (22/9). Acara ini diselenggarakan untuk memperingati kelahiran Rasulullah SAW dan sekaligus melantik kepengurusan baru Pimpinan Daerah (PD) IPIM Kota Pontianak masa khidmat 2024-2029 serta peluncuran situs web resmi IPIM Kalimantan Barat, ipim-kalbar.org. Prof. Dr. KH. Nasaruddin Umar, MA, Ketua Umum Pimpinan Pusat IPIM, hadir secara daring melalui video conference untuk memberikan tausiyah kepada para peserta yang hadir secara langsung maupun yang mengikuti secara daring melalui Zoom dan TV Mujahidin Pontianak. Dalam pemaparannya selama sekitar 90 menit, Prof. Nasaruddin mengangkat tema keteladanan Rasulullah SAW dalam peran dan fungsi imam masjid. “Kepemimpinan yang sempurna tercermin pada sosok Rasulullah SAW, yang dinilai oleh Michael Hart sebagai manusia paling berpengaruh dan sukses, menempati peringkat pertama dalam bukunya. Nabi Muhammad SAW adalah manajer dan pemimpin terbaik. Tidak mudah menemukan seseorang dengan karakter ini, karena biasanya seseorang hanya unggul dalam salah satu aspek, entah sebagai manajer atau pemimpin,” ujar Prof. Nasaruddin. Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta ini juga menekankan pentingnya karakter yang harus dimiliki oleh seorang imam masjid, seperti tawadhu, amanah, qonaah, dan muruah. “Karakter-karakter ini telah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Beliau juga berani mengambil keputusan dalam berbagai situasi. Sosok imam masjid seharusnya bisa meneladani kepemimpinan Rasulullah SAW ini,” tambahnya. Selain memberikan tausiyah, Prof. Nasaruddin juga menyampaikan ucapan selamat kepada PD IPIM Kota Pontianak atas pelantikan kepengurusan baru yang dilakukan oleh Ketua Umum PW IPIM Kalimantan Barat, Muammar Khadafi, Lc. MH. Sebanyak 25 orang pengurus baru dilantik secara resmi dalam acara tersebut. “Saya berharap kepengurusan baru ini dapat membawa perubahan positif dan mampu meningkatkan kualitas imam masjid di Kota Pontianak,” ujarnya. PJ Walikota Pontianak, Ani Sofian, turut hadir dalam acara tersebut dan memberikan sambutan. Beliau menyambut baik keberadaan organisasi ini yang berfokus pada peningkatan kualitas imam di Kota Pontianak. “Organisasi ini penting agar kualifikasi imam yang ada di masyarakat benar-benar baik, baik dari segi bacaan maupun kefasihannya. Saya juga berpesan agar seluruh persyaratan organisasi ini dapat dipenuhi agar menjadi organisasi yang kuat secara hukum dan struktural,” ucap Ani Sofian. Turut hadir perwakilan dari Kementerian Agama Kota Pontianak, Wakil Ketua PC Pergunu Kota Pontianak Yasin Baihaki, serta beberapa pengurus masjid dan imam di Kota Pontianak. Acara berjalan dengan khidmat dan diakhiri dengan doa bersama untuk kebaikan dan kemajuan IPIM serta umat Islam di Kalimantan Barat. (sh-hz)  

TEXT KHOTBAH JUMAT: BERGEMBIRA MENYAMBUT KELAHIRAN NABI MUHAMMAD SAW

Bergembira Menyambut Kelahiran Nabi Muhammad SAW Oleh: Dr. Sumin, M.Si Khutbah Pertama الحَمْدُ للهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالهُدَى وَدِيْنِ الحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَكَفَى باللهِ شَهِيْدًا. نَحْمَدُهُ وَنَشْكُرُهُ، وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ باللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. أَشْهَدُ أَنْ لا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ، فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ، أُوصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ، فَاتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ. Hadirin yang dimuliakan Allah, Pada hari yang penuh berkah ini, marilah kita senantiasa bersyukur kepada Allah SWT atas segala nikmat yang diberikan kepada kita, terutama nikmat terbesar yaitu diutusnya Rasulullah Muhammad SAW ke muka bumi ini sebagai rahmat bagi seluruh alam. Maulid Nabi Muhammad SAW adalah peristiwa besar yang dirayakan di bulan Rabi’ul Awal, bulan kelahiran Nabi yang mulia. Kelahiran beliau bukan hanya menjadi tonggak awal kebangkitan umat manusia dari kegelapan jahiliyah menuju cahaya keimanan, tetapi juga merupakan momen yang penuh dengan keberkahan dan kasih sayang. Sebagaimana firman Allah dalam Surah Al-Anbiya ayat 107: “وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ” “Dan tiadalah Kami mengutus engkau (Muhammad), melainkan sebagai rahmat bagi seluruh alam.” Kehadiran Nabi Muhammad SAW di dunia ini membawa transformasi besar dalam tatanan sosial, budaya, politik, dan spiritual umat manusia. Beliau menjadi teladan sempurna dalam setiap aspek kehidupan. Rasulullah SAW tidak hanya diutus untuk satu golongan, melainkan untuk seluruh manusia, tanpa memandang ras, suku, atau kebangsaan. Oleh karena itu, bergembira dan memperingati kelahiran beliau adalah bentuk syukur atas nikmat yang besar ini, sebagaimana perintah Allah dalam Surah Yunus ayat 58: “قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ” “Katakanlah: Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.” Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan manifestasi rasa cinta dan penghormatan kita kepada beliau. Sebagaimana kita ketahui, mencintai Rasulullah SAW adalah bagian dari iman. Rasulullah bersabda dalam sebuah hadis riwayat Bukhari: “لاَ يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى أَكُونَ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِنْ وَلَدِهِ وَوَالِدِهِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ” “Tidaklah beriman salah seorang di antara kalian hingga aku lebih dicintainya daripada anaknya, orang tuanya, dan seluruh manusia.” Bergembira atas kelahiran Nabi Muhammad SAW adalah bentuk kecintaan kita kepada beliau. Jika kita mencintai beliau, maka kita juga harus meneladani akhlak dan sikap beliau dalam kehidupan sehari-hari. Rasulullah SAW adalah teladan terbaik dalam hal kejujuran, amanah, kesabaran, kasih sayang, dan keadilan. Allah SWT berfirman dalam Surah Al-Ahzab ayat 21: “لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ” “Sungguh, telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu.” Hadirin yang dirahmati Allah, Salah satu kisah yang sering dijadikan teladan dalam menyambut Maulid Nabi adalah kisah kegembiraan Abu Lahab saat mendengar kelahiran Nabi SAW. Ketika budak perempuannya, Tsuwaibah, menyampaikan kabar gembira tentang kelahiran Nabi Muhammad SAW, Abu Lahab, yang saat itu masih dalam keadaan jahiliyah, begitu gembira hingga ia membebaskan Tsuwaibah. Meskipun Abu Lahab kemudian menjadi musuh besar Rasulullah, dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa setelah kematiannya, ia mendapatkan keringanan siksa setiap hari Senin sebagai balasan atas kegembiraannya saat mendengar kabar kelahiran Nabi SAW. Ini merupakan isyarat bahwa bergembira atas kelahiran Nabi Muhammad SAW adalah perbuatan yang sangat dianjurkan dan mendatangkan keberkahan. Bahkan dalam sejarah, banyak ulama dan pemimpin Muslim yang merayakan Maulid dengan penuh kegembiraan. Salah satunya adalah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi, yang memulai tradisi perayaan Maulid Nabi untuk membangkitkan semangat umat Islam dalam menghadapi tantangan dan musuh-musuh Islam. Melalui peringatan Maulid, umat Islam diajak untuk mengenang jasa-jasa Nabi Muhammad SAW dan memperbaharui kecintaan serta pengabdian kepada ajaran-ajaran beliau. Dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda: “مَنْ أَحَبَّنِي كَانَ مَعِي فِي الْجَنَّةِ” “Barang siapa mencintaiku, maka dia akan bersamaku di surga.” Mencintai Rasulullah SAW bukan hanya dengan kata-kata, tetapi juga dengan meneladani kehidupan beliau. Rasulullah SAW adalah teladan sempurna dalam berakhlak mulia. Bahkan, Allah SWT dalam Al-Qur’an mengakui kemuliaan akhlak beliau dengan berfirman dalam Surah Al-Qalam ayat 4: “وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ” “Dan sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” Maka dari itu, memperingati Maulid bukan hanya sekadar mengenang kelahiran Nabi, tetapi juga merupakan momentum bagi kita untuk memperbaharui tekad dalam mengikuti ajaran-ajaran beliau. Kita memperingati Maulid dengan memperbanyak amal shalih, memperbanyak salawat, dan berusaha meneladani akhlak Rasulullah SAW dalam kehidupan kita sehari-hari. Khutbah Kedua الحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ. Hadirin sekalian yang dirahmati Allah, Pada kesempatan yang mulia ini, marilah kita senantiasa memperbanyak shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. Allah SWT memerintahkan kita untuk bershalawat kepada beliau dalam firman-Nya: “إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا” “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (QS. Al-Ahzab: 56) Memperingati Maulid Nabi adalah salah satu cara kita menumbuhkan kecintaan kepada Rasulullah SAW. Dengan memperingati Maulid, kita juga diingatkan untuk meneladani akhlak beliau yang mulia dalam kehidupan sehari-hari. Rasulullah SAW adalah orang yang paling penyayang terhadap umatnya, sebagaimana firman Allah dalam Surah At-Taubah ayat 128: “لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ” “Sungguh telah datang kepada kalian seorang Rasul dari kalangan kalian sendiri. Berat terasa olehnya penderitaan kalian, sangat menginginkan keimanan dan keselamatan kalian, dan amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” Mari kita perbanyak amal shalih dan salawat di bulan kelahiran Rasulullah SAW ini, dan semoga dengan kecintaan kita kepada beliau, Allah SWT memberikan kita syafaat Rasulullah SAW di hari kiamat kelak. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ. اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِينَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ. اللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِينَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِينَ. اللَّهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمِينَ فِي كُلِّ مَكَانٍ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّا إِنَّكَ أَنْتَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ عِبَادَ اللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى، وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ. يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ. فَاذْكُرُوا اللهَ

TEXT TAUSIYAH: KEUTAMAAN MEMAKMURKAN MASJID DAN PERANANNYA BAGI UMAT ISLAM

Text Tausiyah: Keutamaan Memakmurkan Masjid dan Peranannya Bagi Umat Islam Oleh: Dr. Sumin, M.Si. Bismillahirrahmanirrahim… Hadirin Jamaah yang Dirahmati Allah. Marilah kita senantiasa memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang telah melimpahkan nikmat iman dan Islam kepada kita semua. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, keluarga, sahabat, serta seluruh umatnya yang setia mengikuti sunnahnya hingga hari kiamat. Pada kesempatan yang penuh berkah ini, izinkan saya mengajak diri saya pribadi dan hadirin sekalian untuk merenungkan keutamaan memakmurkan masjid serta peranannya yang sangat penting bagi kehidupan umat Islam. Jamaah yang Berbahagia, Masjid, dalam sejarah Islam, bukan sekadar tempat untuk melaksanakan shalat berjama’ah. Masjid memiliki fungsi yang sangat penting dalam membangun dan memperkokoh umat Islam. Dari zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam hingga saat ini, masjid selalu menjadi pusat segala aktivitas keagamaan dan sosial bagi kaum muslimin. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman dalam Al-Qur’an: إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَأَقَامَ الصَّلَاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلَّا اللَّهَ فَعَسَىٰ أُولَٰئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ “Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah, maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. At-Taubah: 18). Ayat ini menegaskan bahwa memakmurkan masjid adalah ciri khas dari orang-orang yang beriman. Memakmurkan masjid tidak hanya dengan merawat bangunan fisiknya saja, tetapi juga dengan mengisi masjid dengan berbagai aktivitas ibadah dan sosial yang mendekatkan diri kepada Allah dan meneguhkan ukhuwah di antara kaum muslimin. Hadirin yang Dimuliakan Allah, Fungsi dan Peranan Masjid bagi Umat Islam Pusat Ibadah Masjid adalah tempat utama untuk melaksanakan shalat, terutama shalat berjama’ah. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: مَنْ غَدَا إِلَى الْمَسْجِدِ أَوْ رَاحَ أَعَدَّ اللَّهُ لَهُ نُزُلًا فِي الْجَنَّةِ كُلَّمَا غَدَا أَوْ رَاحَ “Barangsiapa yang pergi ke masjid pada pagi atau petang hari, maka Allah akan menyediakan tempat tinggal baginya di surga setiap kali ia pergi pagi atau petang hari.” (HR. Bukhari dan Muslim). Pahala besar yang dijanjikan Allah ini menunjukkan betapa pentingnya kehadiran kita di masjid. Shalat berjama’ah di masjid juga meningkatkan rasa kebersamaan dan kekompakan di antara umat Islam. Pusat Pendidikan dan Pembelajaran Masjid pada zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam juga berfungsi sebagai pusat pendidikan. Di masjid, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengajarkan Al-Qur’an, hadis, dan ilmu agama lainnya kepada para sahabat. Tradisi ini dilanjutkan oleh para ulama setelahnya dengan mengadakan halaqah, ceramah, dan kajian-kajian ilmu di masjid. Dalam konteks saat ini, masjid masih menjadi tempat yang sangat ideal untuk menuntut ilmu. Kita bisa mengadakan kajian rutin, belajar membaca Al-Qur’an, dan mempelajari ilmu-ilmu keislaman lainnya di masjid. Dengan demikian, masjid menjadi pusat pembelajaran yang mengokohkan pemahaman kita tentang agama dan memperkuat iman. Pusat Sosial dan Kesejahteraan Umat Masjid juga berperan sebagai pusat kegiatan sosial dan kesejahteraan umat. Dalam sejarah, masjid adalah tempat di mana kaum muslimin berkumpul untuk membahas masalah-masalah sosial dan mencari solusi bersama. Masjid juga menjadi tempat pengumpulan dan distribusi zakat, infaq, dan sedekah untuk membantu kaum fakir miskin dan mereka yang membutuhkan. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pernah bersabda: مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ كَمَثَلِ الْجَسَدِ إِذَا اشْتَكَىٰ مِنْهُ عُضْوٌ تَدَاعَىٰ لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهَرِ وَالْحُمَّىٰ “Perumpamaan kaum mukminin dalam saling mencintai, menyayangi, dan tolong-menolong adalah seperti satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan sakit dan demam.” (HR. Muslim). Dengan memakmurkan masjid, kita juga memperkuat solidaritas di antara umat Islam, saling membantu dan menyokong dalam setiap keadaan. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Masyarakat Masjid juga berfungsi sebagai tempat pembinaan karakter dan pengembangan masyarakat. Di masjid, kita belajar tentang akhlak yang mulia, bagaimana menjadi pribadi yang baik, dan bagaimana berinteraksi dengan sesama manusia sesuai dengan ajaran Islam. Masjid adalah tempat di mana kita mendengarkan nasihat dan tausiyah yang menguatkan iman dan memperbaiki akhlak kita. Dalam hadis lainnya, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda: إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ مَكَارِمَ الْأَخْلَاقِ “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (HR. Ahmad). Dengan seringnya kita hadir di masjid, kita akan semakin terlatih untuk memiliki akhlak yang baik dan mampu menjadi teladan bagi masyarakat sekitar. Kisah Teladan dari Sahabat Nabi Untuk lebih memperjelas pentingnya memakmurkan masjid, mari kita renungkan kisah sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yaitu Abdullah bin Ummi Maktum Radhiyallahu ‘Anhu. Beliau adalah seorang sahabat yang buta, namun sangat bersemangat untuk tetap shalat berjama’ah di masjid. Suatu ketika, Abdullah bin Ummi Maktum datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan meminta keringanan untuk tidak shalat berjama’ah di masjid karena kebutaannya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam awalnya memberikan izin, tetapi kemudian beliau bertanya, “Apakah kamu mendengar adzan?” Abdullah bin Ummi Maktum menjawab, “Ya.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Kalau begitu, penuhilah panggilan tersebut.” (HR. Muslim). Kisah ini menunjukkan betapa pentingnya shalat berjama’ah di masjid, bahkan bagi mereka yang memiliki keterbatasan fisik. Jika Abdullah bin Ummi Maktum yang buta saja masih diwajibkan untuk hadir di masjid, maka bagaimana dengan kita yang diberikan kesehatan dan kemudahan? Jamaah yang Beriman, Memakmurkan masjid adalah tugas kita bersama sebagai umat Islam. Kita harus menyadari bahwa masjid adalah jantung kehidupan umat Islam, tempat kita memperkuat iman, belajar ilmu, meningkatkan solidaritas, dan membina akhlak. Mari kita jadikan masjid sebagai pusat kehidupan kita, tempat kita selalu merindukan kehadiran, dan tempat kita selalu mendapatkan ketenangan dan rahmat Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Semoga Allah Subhanahu Wa Ta’ala menjadikan kita semua sebagai hamba-hamba-Nya yang senantiasa memakmurkan masjid-masjid-Nya, yang selalu merindukan rumah-rumah Allah ini, dan yang selalu berusaha mendekatkan diri kepada-Nya melalui berbagai aktivitas ibadah di masjid. Aamiin ya Rabbal ‘Alamin. Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

TEXT KHOTBAH JUMAT: PANCASILA SEBAGAI KRISTALISASI NILAI-NILAI LUHUR AGAMA

Pancasila Sebagai Kristalisasi Nilai-Nilai Luhur Agama Oleh: Dr. Sumin, M.Si Khutbah Pertama الحَمْدُ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللّٰهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللّٰهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللّٰهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ. Amma ba’du. Ma’asyiral Muslimin, sidang Jumat yang dirahmati Allah. Marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Sebagai seorang Muslim, ketakwaan inilah yang menjadi landasan bagi setiap langkah dan tindakan kita dalam kehidupan, sebagai seorang hamba yang mengharap ridha dan rahmat-Nya. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ “Yā ayyuhalladzīna āmanū ittaqullāha ḥaqqa tuqātihī wa lā tamūtunna illā wa antum muslimūn” Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dengan sebenar-benar takwa, dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (QS. Ali Imran: 102) Rasulullah SAW juga bersabda: اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ “Ittaqillāha ḥaithumā kunta, wa atbiʿi as-sayi’ata al-hasanata tamḥuhā, wa khāliqin-nāsa bi khuluqin ḥasan” Artinya: “Bertakwalah kepada Allah di mana pun engkau berada, ikutilah keburukan dengan kebaikan niscaya akan menghapusnya, dan bergaullah dengan manusia dengan akhlak yang baik.” (HR. Tirmidzi) Ma’asyiral Muslimin, hadirin yang dirahmati Allah. Pada kesempatan yang berbahagia ini, izinkan saya untuk mengajak kita semua untuk memahami lebih dalam tentang Pancasila. Baru-baru ini, viral di media sosial pernyataan seorang tokoh dari Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) yang mengatakan bahwa “agama adalah musuh Pancasila.” Pernyataan ini jelas sangat tendensius, tidak berdasar, dan bahkan paradoks dari fakta yang sebenarnya. Ungkapan tersebut telah menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat. Islam, sebagai salah satu agama yang diakui di Indonesia, memiliki banyak nilai yang sejalan dengan Pancasila. Sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa”, misalnya, jelas mencerminkan ajaran Islam tentang tauhid, yaitu keesaan Allah SWT. Dalam QS. Al-Ikhlas ayat 1-4, Allah SWT berfirman: قُلْ هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدٌۢ “Qul huwa Allahu ahad, Allahu al-samad, Lam yalid walam yulad, Walam yakun lahu kufuwan ahad” Artinya: “Katakanlah (Muhammad), Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.” (QS. Al-Ikhlas: 1-4) Ayat ini menegaskan keesaan Allah, yang merupakan inti dari sila pertama Pancasila. Oleh karena itu, tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa agama bertentangan dengan Pancasila. Justru sebaliknya, agama adalah sumber dari nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Ma’asyiral Muslimin, hadirin yang dimuliakan Allah, dalam sejarah perumusan Pancasila, para pendiri bangsa kita yang terdiri dari berbagai latar belakang agama dan budaya, dengan bijaksana dan penuh hikmah, menyepakati Pancasila sebagai dasar negara yang mampu mengakomodasi berbagai kepentingan dan keyakinan masyarakat Indonesia yang majemuk. Mereka memahami bahwa Pancasila adalah kristalisasi dari nilai-nilai luhur yang diajarkan oleh berbagai agama, termasuk Islam. Sebagai contoh, sila kedua, “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”, sangat sejalan dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya keadilan dan perlakuan yang baik terhadap sesama manusia. Allah SWT berfirman dalam QS. An-Nisa: 135: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ إِنْ يَكُنْ غَنِيًّا أَوْ فَقِيرًا فَاللَّهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلَا تَتَّبِعُوا الْهَوَى أَنْ تَعْدِلُوا وَإِنْ تَلْوُوا أَوْ تُعْرِضُوا فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرًا “Yā ayyuhalladzīna āmanū kūnū qawwāmīna bil-qisṭi syuhadā’a lillāhi walaw ‘alā anfusikum awil-wālidayni wal-aqrabīn, in yakun ghanīyan aw faqīran fa-Allāhu awlā bihimā fa-lā tattabi’ul hawā an ta’dilū, wa in talwū aw tu’ridū fa-inna Allāha kāna bimā ta’malūna khabīrā” Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Jadilah kamu penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Nisa: 135) Ayat ini dengan tegas memerintahkan umat Islam untuk menegakkan keadilan dan tidak berpihak, bahkan jika harus melawan kepentingan pribadi. Ini sejalan dengan nilai-nilai kemanusiaan yang adil dan beradab dalam Pancasila. Selanjutnya, sila ketiga, “Persatuan Indonesia”, juga merupakan refleksi dari ajaran Islam tentang persatuan dan ukhuwah. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Hujurat: 10: إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ “Innamal-mu’minūna ikhwah fa-aṣliḥū baina akhawaikum wattaqullāha la’allakum turḥamūn” Artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara. Oleh karena itu, damaikanlah antara kedua saudaramu (yang bertikai) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat: 10) Ayat ini mengajarkan kita untuk menjaga persatuan dan menghindari pertikaian di antara sesama. Ini sejalan dengan semangat sila ketiga Pancasila yang mengutamakan persatuan Indonesia. Persatuan dalam Islam sangat ditekankan, karena dengan bersatu, umat Islam dapat menghadapi tantangan dan permasalahan dengan lebih kuat dan kokoh. Ma’asyiral Muslimin, hadirin yang dirahmati Allah, sila keempat, “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan”, juga selaras dengan ajaran Islam yang mengedepankan musyawarah dalam mengambil keputusan. Allah SWT berfirman dalam QS. Ash-Shura: 38: وَالَّذِينَ اسْتَجَابُوا لِرَبِّهِمْ وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَأَمْرُهُمْ شُورَى بَيْنَهُمْ وَمِمَّا رَزَقْنَاهُمْ يُنْفِقُونَ “Walladzīna istajābū lirabbihim wa aqāmūṣ-ṣalāta wa amruhum syūrā bainahum wa mimma razaqnāhum yunfiqūn” Artinya: “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada mereka.” (QS. Ash-Shura: 38) Ayat ini menunjukkan pentingnya musyawarah dalam Islam, yaitu proses pengambilan keputusan bersama dengan mempertimbangkan berbagai pendapat dan hikmah. Musyawarah adalah cara terbaik untuk mencapai keputusan yang adil dan bijaksana, sesuai dengan sila keempat Pancasila. Terakhir, sila kelima, “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia”, sangat sesuai dengan ajaran Islam yang menekankan pentingnya keadilan sosial dan kesejahteraan bagi semua lapisan masyarakat. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Nahl: 90: إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاء ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ “Inna Allāha ya’muru bil-‘adli wal-iḥsāni wa itā’i dhil-qurbā wa yanha ‘anil-faḥsyā’i wal-munkari wal-baghi ya’izhukum la’allakum tażakkarūn” Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan,

TEKS KHOTBAH JUM’AT : TOLONG MENOLONG SESAMA SEBAGAI PERWUJUDAN ISLAM RAHMATAN LIL ‘ALAMIN

Tolong Menolong Sesama sebagai Perwujudan Islam Rahmatan Lil ‘Alamin Oleh: Dr. Sumin, M.Si Khutbah Pertama الحَْم ُد ّهٰلِلّ َنََْم ُدهُ َونَ ْستَعّينُهُ َونَ ْستَغّْفُرهُ، َونَعُْوذُ ّبِ هٰلِلّ ّم ْن ُشُرْوّر أَنُْف ّسنَا َوّم ْن َسيّٰئَا ّت أَْعَمالّنَا، َم ْن يَْه ّدهّ ا هٰلِلُ فََلَ ُم ّضلَّ لَهُ َوَم ْن يُ ْضلّ ْل فََلَ َهاّد َي لَهُ. أَ ْشَه ُد أَْن َلَ إّهلهَ إَّّلَ ا هٰلِلُ َوْحَدهُ َلَ َشّريْ َك لَهُ، َوأَ ْشَه ُد أََّن ُمََّمًدا َعبْ ُدهُ َوَر ُسْولُهُ، اَلهلُٰهَّم َصّلٰ .َو َسلّْٰم َوَبِّرْك َعلَى َسيّٰ ّدَنَ ُمََّم ٍد َوَعلَى آلّّه َوأَ ْص َحابّّه أَ ْجَْعَّْي Amma ba’du. Ma’asyiral Muslimin, sidang Jumat yang dirahmati Allah. Marilah kita senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah SWT dengan menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Ketakwaan inilah yang menjadi landasan bagi setiap langkah dan tindakan kita dalam kehidupan, sebagai seorang hamba yang mengharap ridha dan rahmat-Nya. Allah SWT berfirman dalam Al-Quran: َون َيَ أَيَُّها الَّّذي َن آَمنُوا اتَُّقوا ا َّلِلَ َح َّق تَُقاتّّه َوَلَ َتَُوتُ َّن إَّّلَ َوأَنْتُْم ُم ْسلّ ُم Yā ayyuhalladzīna āmanū ittaqullāha ḥaqqa tuqātihī wa lā tamūtunna illā wa antum muslimūn Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dengan sebenarbenar takwa, dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan Muslim.” (QS. Ali Imran: 102) Rasulullah SAW juga bersabda: اتَّّق ا َّلِلَ َحيْثَُما ُكنْ َت Ittaqillāha ḥaithumā kunta Artinya: “Bertakwalah kepada Allah di manapun engkau berada.” (HR. Tirmidzi) Ma’asyiral Muslimin, hadirin yang dirahmati Allah. Pada kesempatan yang berbahagia ini, marilah kita merenungkan kembali makna dan esensi dari ajaran Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin. Islam diturunkan oleh Allah SWT dengan misi yang agung, yaitu untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam. Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Anbiya: 107: َوَما أَْرَسلْنَا َك إَّّلَ َرْحَْةً لّلَْعالَّم َي Wa mā arsalnāka illā raḥmatan lil’ālamīn Artinya: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiya: 107) Ayat ini dengan tegas menyatakan bahwa Nabi Muhammad SAW diutus oleh Allah sebagai rahmat bagi seluruh alam. Rahmat ini tidak hanya terbatas pada manusia, tetapi juga mencakup seluruh makhluk hidup dan alam semesta. Rahmat yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW ini mencakup segala aspek kehidupan, termasuk bagaimana kita berinteraksi dengan sesama manusia. Salah satu bentuk nyata dari rahmat ini adalah sikap saling tolong-menolong dan peduli terhadap sesama, terutama bagi mereka yang membutuhkan. Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering dihadapkan pada situasi di mana banyak orang di sekitar kita yang membutuhkan bantuan, baik itu bantuan materi, moral, maupun spiritual. Tolongmenolong dalam Islam bukan sekadar anjuran, melainkan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh setiap Muslim. Nabi Muhammad SAW bersabda: َمثَلُ الْ ُمْؤّمنّ َي ّفِ تََواّٰدّهْم َوتََرا ُّحّْهْم َوتََعاطُّفّهْم َمثَلُ ا ْلَْ َس ّد إّذَا ا ْشتَ َكى ّمنْهُ عُ ْضٌو تََدا َعى لَهُ َسائُّر ا ْلَْ َس ّد ّبِل َّسَهّر َوا ْلحَُّمى Matsalul mu’minīna fī tawāddihim watarāhumihim wata‘ātufihim matsalul jasadi, idzāsytakā minhu ‘udwun tada‘ā lahū sā’irul jasadi bis-sahari wal-ḥummā Artinya: “Perumpamaan orang-orang beriman dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan berempati di antara mereka adalah seperti satu tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh akan merasakan sakit dan demam.” (HR. Bukhari dan Muslim) Hadits ini menggambarkan pentingnya persatuan dan kepedulian di antara umat Islam. Ketika salah satu dari kita mengalami kesulitan, seharusnya yang lain merasa ikut merasakan kesulitan tersebut dan berusaha membantu meringankan bebannya. Inilah wujud nyata dari implementasi Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin. Islam tidak mengajarkan kita untuk bersikap individualistis atau acuh tak acuh terhadap penderitaan orang lain, tetapi sebaliknya, kita diajarkan untuk saling membantu dan mendukung. Sebagai contoh, ketika terjadi bencana alam, seperti banjir, gempa bumi, atau pandemi, kita melihat bagaimana umat Islam dan masyarakat pada umumnya bahu-membahu memberikan bantuan kepada mereka yang terdampak. Ini adalah wujud nyata dari implementasi ajaran Islam yang menekankan pentingnya tolong-menolong. Bahkan dalam situasi ekonomi yang sulit, kita tetap dianjurkan untuk berbagi kepada sesama sesuai dengan kemampuan kita. Allah SWT berfirman dalam QS. Ali Imran: 134: الَّّذي َن يُنّْفُقوَن ّفِ ال َّسَّراّء َوال َّضَّراّء َوالْ َكا ّظّم َي الْغَيْ َظ َوالَْعافّ َي َع ّن النَّا ّس َوا َّلِلُ ُّيُ ُّب الْ ُم ْح ّسنّ َي Alladzīna yunfiqūna fīssarā’i wadh-dharā’i wal-kādhimīna al-ghaiza wal-‘āfīna ‘anin-nāsi wallāhu yuḥibbul-muḥsinīn Artinya: “(Yaitu) orang-orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orangorang yang menahan amarahnya serta memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orangorang yang berbuat kebajikan.” (QS. Ali Imran: 134) Ayat ini menunjukkan bahwa kita dianjurkan untuk tetap berinfak dan membantu sesama, baik dalam keadaan lapang maupun sempit. Tolong-menolong dalam Islam tidak terbatas pada bantuan materi saja, tetapi juga mencakup segala bentuk bantuan yang dapat meringankan beban orang lain, seperti bantuan tenaga, waktu, ilmu, dan doa. Nabi Muhammad SAW juga menekankan pentingnya menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain. Beliau bersabda: َخْيُْ النَّا ّس أَنَْفعُُهْم لّلنَّا ّس Khairun-nāsi anfa‘uhum lin-nāsi Artinya: “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.” (HR. Ahmad) Hadits ini mengajarkan kita bahwa ukuran kebaikan seseorang bukan hanya dilihat dari ibadah yang ia lakukan secara pribadi, tetapi juga dari seberapa besar manfaat yang ia berikan kepada orang lain. Semakin banyak manfaat yang bisa kita berikan kepada sesama, semakin tinggi pula derajat kita di hadapan Allah SWT. Sejarah juga mencatat banyak kisah tentang para sahabat Nabi SAW yang mengutamakan kepentingan orang lain di atas kepentingan pribadi mereka. Salah satu kisah yang masyhur adalah kisah seorang sahabat Nabi, Abdurrahman bin Auf, yang ketika hijrah ke Madinah, beliau membagi hartanya dengan saudaranya dari kaum Anshar. Tindakan ini menunjukkan betapa tinggi nilai tolong-menolong dan kepedulian terhadap sesama dalam Islam. Sebagai seorang Mukmin, kita harus senantiasa berusaha untuk meneladani sikap mulia para sahabat tersebut. Bentuk pertolongan yang bisa kita berikan kepada saudara kita pun beragam, tergantung pada kemampuan kita masing-masing. Bantuan bisa berupa harta, tenaga, waktu, ilmu, atau bahkan sekadar memberikan nasihat yang baik. Yang terpenting adalah niat tulus untuk membantu sesama demi meraih ridha Allah SWT. َْلح َبَِرَك ا هٰلِلُ ّلِ َولَ ُكْم ّفِ الُْقْرآ ّن الْ َكّرّيم، َونََفَعّنِ َوإَّّيَ ُكْم ّبَِا فّيّه ّم َن اْلَْيَ ّت َوال ّٰذْكّر ا ّكيّم، َوتََقبَّ َل ا هٰلِلُ ّمنَّا َوّمنْ ُكْم تَّلََوتَهُ، .إّنَّهُ ُهَو ال َّسّمي ُع الَْعلّيم   Khutbah Kedua الحَْم ُد َّّلِلّ

Sekum PW IPIM Kalimantan Barat Serahkan Buku Karya Pribadi ke PJ Walikota Pontianak BERITA

SEKUM PW IPIM KALIMANTAN BARAT SERAHKAN BUKU KARYA PRIBADI KE PJ WALIKOTA PONTIANAK, 28 AGUSTUS 2024

Sekum PW IPIM Kalimantan Barat Serahkan Buku Karya Pribadi ke PJ Walikota Pontianak, 28 Agustus 2024 Berkesempatan Menyerahkan Buku kepada Pejabat No. 1 di Pemkot. Mengulang Sejarah. Buku 1 – Diserahkan Ke Bp. Sutarmidji (Walikota Pontianak, 2018) dengan judul buku “Be A Smart Person”. Buku 2 – Diserahkan kepada Bp. Edi Rusdi Kamtono (2022) dengan judul buku “Mengenali Obyek Wisata di Kota Pontianak. Buku 3 – Diserahkan Kepada Bp. Ani Sofian (PJ Walikota Pontianak, 28 Agustus 2024) dengan judul buku “Ku Ingin, Semua Pintu Surga Memanggilku”. Buku terakhir ini spesial karena buku ini terbit setelah dinyatakan sebagai nominasi Adi Acharya Award dan diterbitkan oleh CV. Oase Grup Kerjasama GMBI. Buku yang terakhir ini juga, penulis mendapat penghargaan sebagai ‘akademisi inspiratif’. Berkarya Tiada Henti. ***G.30.

© 2024 Created by: Ittihad Persaudaraan Imam Masjid (IPIM) Kalimantan Barat, Indonesia